Minggu, 23 Oktober 2011

GUNUNG GEDE MENJADI SAKSI


Pendaki BIASA mampu ke puncak dan menuruninya
Pendaki BAIK mampu naik dan turun dengan tetap menjaga kelestarian alamnya
Pendaki HEBAT mampu berbagi dengan teman perjalanan dan alam sekitarnya

altitude is nothing without attitude

(Ahmad Fikri)
Pendakian saya ke Gunung Gede kali ini boleh dibilang masih dikatagorikan pendakian awam. Maklum saja, baru kali ke tiga nya saya bertatap muka dengan ciptaan Allah SWT yang memiliki ketinggian 2.967 m dpl berdasarkan info GPS Oregon 550 yang saya bawa. Masih sangat minim pengalaman untuk mengenalnya lebih dekat. 


Dalam pendakian ke tiga ini ingin sekali berbagi cerita tentangnya. Tentunya bukan detil langkah demi langkah yang ingin saya share kali ini, bukan pula detil jam per jam atau day by day nya juga bukan bercerita tentang lokasi dan tempat yang dilalui. Melainkan sketsa-sketsa pendek nan sederhana menggambarkan ikatan persaudaraan  yang terjadi di dalamnya.


Berikut ini di antaranya :


1.   SALING MELENGKAPI
Mas Agus sebagai seorang relawan Gede Pangrango Operation (GPO) yang berbasis di jalur Gn. Putri mewanti-wanti kami untuk "berbekalah". Kurang-kurang dalam perbekalan bakal "nangis dayak" istilah pemuda lulusan Wanadri 2008 ini. Posisinya sebagai guide kami, memang pantas merasa khawatir jika ada di antara para pendaki yang minus dalam perbekalan. Meski sedari Depok kami sudah diingatkan untuk melengkapi diri dengan berbagai perbekalan, namun ada saja yang masih menganggap remeh akan hal tersebut. Berdasarkan data sepekan terakhir menyatakan bahwa suhu di Alun-alun Suryakencana yang menjadi target camp #2 setelah camp #1 di Bobojong Gn. Putri adalah 6o celcius. Ini berarti segala perbekalan yang menyangkut kehangatan diri menjadi sangat vital adanya. Sleeping Bag, skebo/kupluk, gloves, kaos kaki, alat masak yang dapat digunakan sebagai perapian, dsb adalah modal dasar untuk dapat mengatasi hawa dingin menggigit nantinya. Belum lagi tingkat kemiringan pendakian hingga 15 derajat yang menuntut para pendaki untuk ekstra waspada dengan kondisi fisik dan hemat perbekalan makan minum. Sementara itu musim penghujan yang sudah mulai membasahi sebagian wilayah di sana, membuat perlengkapan anti basah dan baju anti hujanpun menjadi hal penting. Yang menarik adalah, bahwa tidak semua peserta telah menyiapkan itu semua, namun semua dapat teratasi dengan saling melengkapi satu sama lainnya, meski dengan risiko mengurangi tingkat kenyaman setiap person di antara mereka. Menurut saya itu sebuah keputusan luar biasa "mau saling melengkapi perlengkapan  yang sangat penting secara pribadi" di tengah-tengah risiko dingin mengigit dan serangan hypothermia yang bakal dihadapi nantinya. 

2.   SALING MENGINGATKAN
Setiap gunung memiliki karakteristik yang berbeda, bahkan tidak hanya membandingkan antara satu gunung dengan gunung lainnya. Berbeda waktu pendakian pada gunung yang sama pun, akan berpengaruh pada perbedaan situasi dan kondisi di sana. Maka saling mengingatkan pun menjadi salah satu kiat jitu agar dapat menikmati pendaki dengan safe and fun. "ternyata usia kita sudah mulai berkurang yah" celetoh seorang pendaki mengingatkan, ketika merasa tak muda dan gagah lagi seperti dulu saat mendaki gede dengan langkah-langkah yang sigap. "air dan makanan di save yah, infonya di suryakencana sangat minim air sekarang!" pendaki lain berteriak mengingatkan teman perjalanannya. "sunnahnya kalo menanjak mengucap takbir loh." kata pendaki lain yang biasa dipanggil ustadz. "ayo kita bernasyid biar semangat!" ajak pendaki lainnya dalam sebuah tanjakan. “nanti di depan ada tebing air panas, di sana sangat licin dan ber asap uap!” kata pendaki yang sudah beberapa kali melintas di sana mengingatkan untuk waspada dan berhati-hati. “kita sholat jama’ah dulu di sini ya, di jamak qoshor nanti.” sang pengingat sholat beraksi. Seluruh perjalanan dalam pendakian sangat nikmat sekali manakala menjadi ajang "tausiyah" diri. Saya merasakan sensasi produktifnya, jadi bikin semangat terus dan penuh makna tentunya. Meski diselingi senda gurau yang kadang berlebihan, namun selalu diakhiri dengan sebuah makna dan nuansa kebaikan di dalamnya.

3.    SALING PENGERTIAN
Selama pendakian tak jarang kita mendengar keluh kesah, tak hanya dari orang lain ,namun juga dari diri sendiri. Bukan keluh dan kesahnya yang perlu dicermati, karena itu merupakan sinyal bahwa teman kita butuh bantuan, namun sering juga itu hanya merupakan katarsis dari proses yang tidak mudah dijalani saat pendakian panjang. “gak salah nih, berat banget medannya yah.”, “yah… hujannya makin lebat.”,”woi pelan-pelan dong, cape nih.”, “ waduh sepatunya gak cocok nih.” , “Gerbongnya (guide) buru-buru amat sih.”, “ngapain sih lama-lama (break) di sini ntar keburu dingin nih.” , “Demikian beberapa contoh kecil keluh kesah para pendaki. Bukan berarti semuanya perlu ditanggapi atau dianggap berkeluh kesah. Boleh jadi, itu semua adalah pola komunikasi agar kita saling memahami, ditanggapi secara postif atau dibantu jika memang kenyataan perlu dibantu. Berpikir positif dan sensitive produktif membuat kita bisa saling pengertian, kadang  keluhan kita hanya butuh didengarkan, itu sudah cukup melegakan. Saya merasakan betapa teman perjalanan saya begitu mengerti tentang saya, maka sayapun berusaha mengerti tentang mereka, hingga akhirnya saling pengertian ini mewujud menjadi kekompakan, yang berbuah pada semangat untuk terus melanjutkan perjalanan.

Beberapa "ibroh" pelajaran lain dari pendakian ini adalah :
a.    Mengenal Diri Sendiri Dengan Jujur,
Meski saya tak terlau kenal dekat dengan Gunung Gede, namun ia mampu mengenalkan saya pada diri saya sendiri, bahwa secara fisik saya terlalu lemah untuk mendakinya, bahwa secara akal masih jauh dari kebanyakan pendaki lain yang memahami seluk beluk gunung ini dan dunia pencinta alam, untuk itu saya perlu banyak belajar lagi dan belajar lagi. Saya juga semakin disadarkan bahwa orang lain banyak berperan dalam keberhasilan saya mendaki dan menuruninya kembali.
b.    Bukan Takut Gagal Mendaki, Tapi Takut Gagal Mendapatkan Pelajaran Dalam Pendakian
Sebuah perjalanan atau pendakian adalah milestone kehidupan, kita kenali pijakannya, maka kita yakin dapat memijaknya. Banyak sekali pelajaran di sana yang dapat jadi pijakan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana banyak sekali kegagalan yang saya alami selama pendakian berlangsung. Saya gagal mencapai target waktu perjalanan yang telah direncanakan, gagal memanage barang bawaan hingga harus di unloading di tengah jalan, gagal mendirikan bivoac yang standar hingga harus tidur beralaskan air hujan, gagal dalam packing barang hingga kebanyaknya basah kuyup tak karuan. Namun secara umum itulah milestonenya, kegagalan demi kegagalan saya coba lalui dengan sabar dan terus melakukan pendakian, hingga pada akhirnya sayapun berhasil melampaui itu semua dengan tetap ceria, sehat sentosa dan banyak kawan pula.
c.    Bukan Menolong Orang Lain Padahal Menolong Diri Sendiri.
Ternyata bukan saya yang sering menolong orang lain, lantaran saya mau berbagai perbekalaan dan bantuan kepada sesama pendaki saat itu, namun ternyata saya mendapat feedback lebih banyak bantuan dan pertolongan. Sungguh nyata firman Allah SWT yang menyatakan bahwa, perbuatan baik yang kita lakukan sesungguhnya buat kita sendiri. Maka banyak-banyaklah berbuat baik untuk orang lain, lha wong padahal buat diri sendiri kok :D.
d.  Sangat Banyak Pelajaran Yang Bisa Diambil, Namun Kelemahan Saya Jauh Lebih Banyak untuk Dapat Mengambil Semua Pelajarannya
Inilah sebuah ungkapan jujur saya, bahwa saya adalah selemah-lemahnya Makhluk Allah SWT, hingga tak mampu mengambil banyak pelajaran dari sebuah pendakian yang singkat tersebut.

Wallahu 'Alam Bishowab.

Dengan mengucap syukur atas segala karunia Nya 

Tak terhingga terima kasihku kepada guide dan pendamping selama pendakian

Penuh rasa bangga dapat bersama sahabatku kang Yadoy dan mas Adi

Support luar biasa dari sahabat lain meski behind the scene : AWS, NSR, HDR

Tentunya istri tercinta dan anak2 tersayang yang berdedikasi luar biasa 

kepada suami dan ayahnya


love you all...

Depok, 24 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar