Pendaki
BIASA mampu ke puncak dan menuruninya
Pendaki
BAIK mampu naik dan turun dengan tetap menjaga kelestarian alamnya
Pendaki
HEBAT mampu berbagi dengan teman perjalanan dan alam sekitarnya
altitude
is nothing without attitude
(Ahmad
Fikri)
Pendakian
saya
ke Gunung Gede kali ini boleh dibilang masih dikatagorikan pendakian
awam.
Maklum saja, baru kali ke tiga nya saya bertatap muka dengan ciptaan
Allah SWT yang
memiliki ketinggian 2.967 m dpl berdasarkan info GPS Oregon 550 yang
saya bawa. Masih sangat minim pengalaman untuk mengenalnya lebih dekat.
Dalam pendakian ke tiga ini ingin sekali berbagi cerita tentangnya. Tentunya bukan detil langkah demi langkah yang ingin saya share kali ini, bukan pula detil jam per jam atau day by day nya juga bukan bercerita tentang lokasi dan tempat yang dilalui. Melainkan sketsa-sketsa pendek nan sederhana menggambarkan ikatan persaudaraan yang terjadi di dalamnya.
Berikut ini di antaranya :
Dalam pendakian ke tiga ini ingin sekali berbagi cerita tentangnya. Tentunya bukan detil langkah demi langkah yang ingin saya share kali ini, bukan pula detil jam per jam atau day by day nya juga bukan bercerita tentang lokasi dan tempat yang dilalui. Melainkan sketsa-sketsa pendek nan sederhana menggambarkan ikatan persaudaraan yang terjadi di dalamnya.
Berikut ini di antaranya :
1. SALING
MELENGKAPI
Mas Agus sebagai seorang relawan
Gede Pangrango Operation (GPO) yang berbasis di jalur Gn. Putri mewanti-wanti
kami untuk "berbekalah". Kurang-kurang dalam perbekalan bakal
"nangis dayak" istilah
pemuda lulusan Wanadri 2008 ini. Posisinya sebagai guide kami, memang
pantas merasa khawatir jika ada di antara para pendaki yang minus dalam
perbekalan. Meski sedari Depok kami sudah diingatkan untuk melengkapi diri
dengan berbagai perbekalan, namun ada saja yang masih menganggap remeh akan hal
tersebut. Berdasarkan data sepekan terakhir menyatakan bahwa suhu di Alun-alun
Suryakencana yang menjadi target camp #2 setelah camp #1 di Bobojong Gn. Putri adalah 6o
celcius. Ini berarti segala perbekalan yang menyangkut kehangatan diri menjadi
sangat vital adanya. Sleeping Bag,
skebo/kupluk, gloves, kaos kaki, alat
masak yang dapat digunakan sebagai perapian, dsb adalah modal dasar untuk dapat
mengatasi hawa dingin menggigit nantinya. Belum lagi tingkat kemiringan
pendakian hingga 15 derajat yang menuntut para pendaki untuk ekstra waspada
dengan kondisi fisik dan hemat perbekalan makan minum. Sementara itu musim penghujan
yang sudah mulai membasahi sebagian wilayah di sana, membuat perlengkapan anti
basah dan baju anti hujanpun menjadi hal penting. Yang menarik adalah, bahwa
tidak semua peserta telah menyiapkan itu semua, namun semua dapat teratasi
dengan saling melengkapi satu sama lainnya, meski dengan risiko mengurangi
tingkat kenyaman setiap person di antara mereka. Menurut saya itu sebuah
keputusan luar biasa "mau saling melengkapi perlengkapan yang sangat penting secara pribadi"
di tengah-tengah risiko dingin mengigit dan serangan hypothermia yang
bakal dihadapi nantinya.
2. SALING
MENGINGATKAN
Setiap gunung memiliki
karakteristik yang berbeda, bahkan tidak hanya membandingkan antara satu gunung
dengan gunung lainnya. Berbeda waktu pendakian pada gunung yang sama pun, akan
berpengaruh pada perbedaan situasi dan kondisi di sana. Maka saling
mengingatkan pun menjadi salah satu kiat jitu agar dapat menikmati pendaki
dengan safe
and fun. "ternyata usia
kita sudah mulai berkurang yah" celetoh seorang pendaki mengingatkan,
ketika merasa tak muda dan gagah lagi seperti dulu saat mendaki gede dengan
langkah-langkah yang sigap. "air dan
makanan di save yah, infonya di suryakencana sangat minim air sekarang!"
pendaki lain berteriak mengingatkan teman perjalanannya. "sunnahnya kalo menanjak mengucap takbir loh."
kata pendaki lain yang biasa dipanggil ustadz. "ayo kita bernasyid biar semangat!" ajak pendaki lainnya dalam
sebuah tanjakan. “nanti di depan ada tebing air panas, di sana sangat licin dan
ber asap uap!” kata pendaki yang sudah beberapa kali melintas di sana
mengingatkan untuk waspada dan berhati-hati. “kita sholat jama’ah dulu di sini
ya, di jamak qoshor nanti.” sang pengingat sholat beraksi. Seluruh perjalanan
dalam pendakian sangat nikmat sekali manakala menjadi ajang
"tausiyah" diri. Saya merasakan sensasi produktifnya, jadi bikin
semangat terus dan penuh makna tentunya. Meski diselingi senda gurau yang
kadang berlebihan, namun selalu diakhiri dengan sebuah makna dan nuansa
kebaikan di dalamnya.
3. SALING
PENGERTIAN
Selama pendakian tak jarang kita
mendengar keluh kesah, tak hanya dari orang lain ,namun juga dari diri sendiri. Bukan
keluh dan kesahnya yang perlu dicermati, karena itu merupakan sinyal bahwa
teman kita butuh bantuan, namun sering juga itu hanya merupakan katarsis dari
proses yang tidak mudah dijalani saat pendakian panjang. “gak
salah nih, berat banget medannya yah.”, “yah… hujannya makin lebat.”,”woi
pelan-pelan dong, cape nih.”, “ waduh sepatunya gak cocok nih.” , “Gerbongnya (guide) buru-buru amat sih.”,
“ngapain sih lama-lama (break) di sini ntar
keburu dingin nih.” , “Demikian beberapa contoh kecil keluh kesah
para
pendaki. Bukan berarti semuanya perlu ditanggapi atau dianggap berkeluh
kesah. Boleh
jadi, itu semua adalah pola komunikasi agar kita saling memahami,
ditanggapi
secara postif atau dibantu jika memang kenyataan perlu dibantu. Berpikir
positif
dan sensitive produktif membuat kita bisa saling pengertian, kadang
keluhan kita hanya butuh didengarkan, itu sudah cukup melegakan. Saya
merasakan betapa teman
perjalanan saya begitu mengerti tentang saya, maka sayapun berusaha
mengerti
tentang mereka, hingga akhirnya saling pengertian ini mewujud menjadi
kekompakan,
yang berbuah pada semangat untuk terus melanjutkan perjalanan.
Beberapa
"ibroh" pelajaran lain dari
pendakian ini adalah :
a. Mengenal Diri
Sendiri Dengan Jujur,
Meski saya tak terlau kenal dekat
dengan Gunung Gede, namun ia mampu mengenalkan saya pada diri saya sendiri,
bahwa secara fisik saya terlalu lemah untuk mendakinya, bahwa secara akal masih
jauh dari kebanyakan pendaki lain yang memahami seluk beluk gunung ini dan dunia pencinta
alam, untuk itu saya perlu banyak belajar lagi dan belajar lagi. Saya juga semakin disadarkan
bahwa orang lain banyak berperan dalam keberhasilan saya mendaki dan
menuruninya kembali.
b. Bukan Takut
Gagal Mendaki, Tapi Takut Gagal Mendapatkan Pelajaran Dalam Pendakian
Sebuah perjalanan atau pendakian
adalah milestone
kehidupan, kita kenali pijakannya, maka kita yakin dapat memijaknya.
Banyak sekali pelajaran di sana yang dapat jadi pijakan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebagaimana banyak sekali kegagalan yang saya alami selama pendakian
berlangsung. Saya gagal mencapai target waktu perjalanan yang telah direncanakan,
gagal memanage barang bawaan hingga harus di unloading di tengah jalan, gagal mendirikan bivoac yang standar
hingga harus tidur beralaskan air hujan, gagal dalam packing barang hingga
kebanyaknya basah kuyup tak karuan. Namun secara umum itulah milestonenya,
kegagalan
demi kegagalan saya coba lalui dengan sabar dan terus melakukan
pendakian, hingga pada akhirnya sayapun berhasil melampaui itu semua
dengan tetap ceria,
sehat sentosa dan banyak kawan pula.
c. Bukan Menolong
Orang Lain Padahal Menolong Diri Sendiri.
Ternyata bukan saya yang sering menolong
orang lain, lantaran saya mau berbagai perbekalaan dan bantuan kepada sesama
pendaki saat itu, namun ternyata saya mendapat feedback lebih
banyak bantuan dan pertolongan. Sungguh nyata firman Allah SWT yang
menyatakan bahwa, perbuatan baik yang kita lakukan sesungguhnya buat
kita sendiri.
Maka banyak-banyaklah berbuat baik untuk orang lain, lha wong padahal buat diri
sendiri kok :D.
d. Sangat Banyak
Pelajaran Yang Bisa Diambil, Namun Kelemahan Saya Jauh Lebih Banyak untuk Dapat
Mengambil Semua Pelajarannya
Inilah sebuah ungkapan jujur saya,
bahwa saya adalah selemah-lemahnya Makhluk Allah SWT, hingga tak mampu mengambil
banyak pelajaran dari sebuah pendakian yang singkat tersebut.
Wallahu 'Alam Bishowab.
Dengan mengucap syukur atas segala
karunia Nya
Tak terhingga terima kasihku
kepada guide dan pendamping selama pendakian
Penuh rasa bangga dapat bersama
sahabatku kang Yadoy dan mas Adi
Support luar biasa dari sahabat
lain meski behind the scene : AWS, NSR,
HDR
Tentunya istri tercinta dan anak2
tersayang yang berdedikasi luar biasa
kepada suami dan ayahnya
love
you all...
Depok,
24 Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar