Akhir Juli dua tahun silam, saya berkesempatan mengunjungi Kota
Sorong di Papua. Setelah sejenak transit di Ambon, saya akhirnya
mendarat di sebuah bandara kecil di kota Sorong namanya “Domino Edward
Osok” (tidak mudah mengingat nama itu loh). Sangat sederhana, bagi
ukuran sebuah bandara. Asal tahu saja, landasan pesawat terbangnya
biasa digunakan trek-trekan motor pada sore hari.
Saya bergumam dalam
hati, kalo ada bagian onderdil motor yang ngetrek di atas landasan
pesawat tersebut tertinggal dan dia bersifat tajam, wah…bakal memakan
korban, tuh.
Saya mengetahui kejadian trek-terkan tersebut, saat melintasinya
menuju sebuah perkampungan suku asli di Papua (hehehe…ojek aja bisa
melintasi landasan pacu bandara khan). Suku Kokoda namanya. karena
perkampungan tersebut tak jauh dari landasan pesawat dan berada tepat di
atas rawa-rawa di tepi pantai sekitar bandara.
Dengan perawakan dan wajah khas Papua, nampa sekali mereka sangat
ramah. Kami diterima dengan senyum merekah hingga menampakkan gigi
putih tertata. Assalamu;alaikum… teriak Hasan. salah seorang pemuda
yang kami dijumpai di dekat gerbang perkampungan tersebut.
Loh..kok,memberi salam ? yah benar, mereka adalah suku asli yang
beragama Islam. Mereka hidup dalam kesederhanaan, seperti kebanyakan
masyarakat nelayan lainnya. Pun demikian nampak sekali, meskipun tepat
disamping bandara, sekedar aliran listrik tak dapat mereka nikmati,
airpun lebih banyak didapat dari tadah hujan. Ciri komunitas Muslim ini
juga ditampakkan dari bertenggernya sebuah Musholla di antara
rumah-rumah kayu yang ada.
Kokoda, nama itu selalu terngiang dalam ingatan. Salah satu komunitas Muslim, yang belum banyak dikenal dan membutuhkan bantuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar