Hari
gini bersepeda… ternyata enak juga. Dulu waktu aku kecil suka sekali
naik BMX, kerjaannya main terus. Keliling kampung
bahkan pernah keliling Jakarta. Sejak kuliah hingga kini telah
berkeluarga, nyaris tak pernah sepedaan lagi. Pernah beberapa saat
setelah menikah aku mencoba sepedaan lagi. Waktu itu jenis sepeda balap
yang aku punya, dengan tipikal roda yang besar dan tapaknya yang kecil.
Tetapi sejak aku tugas ke Aceh pasca tsunami, sepeda itupun teronggok
tanpa ada yang menyentuhnya alias jablay. Maklum dengan ukuran ban 26” maka istri dan anakku yang balita tak mungkin menggunakannnya.
Akhirnya suatu saat sepeda itupun kurelakan digunakan oleh temanku yang membutuhkan. “Lumayan Untuk operasional kegiatan.” katanya pendek saat menggandeng sepeda itu meninggalkan diriku untuk selamanya. Hiiks..hiiks.
Akhirnya suatu saat sepeda itupun kurelakan digunakan oleh temanku yang membutuhkan. “Lumayan Untuk operasional kegiatan.” katanya pendek saat menggandeng sepeda itu meninggalkan diriku untuk selamanya. Hiiks..hiiks.
Awalnya aku bertemu seorang teman. Mas Didi namanya. kala itu
ada olah raga bareng di tempat istriku dan istrinya bekerja. ”Mas, dress code
nya keren nih” kataku membuka pertemuan itu. Saat itu dia mengenakan
kostum yang berbeda dari peserta olahraga yang lainnya. Belakangan aku
baru tau, para bikers menyebutnya ”jersey”. Dengan
tampilan ala biker ia menuntunku ke ujung lapangan. Di sana telah
menunggu sepasang kekasih. Dua buah sepeda. Satu punya Mas Didi, satunya
punya Tante Yessi istrinya. Wah boleh juga nih dicoba sambutku
antusias. Akhirnya obrolanpun berlanjut tentang sepeda dan komunitasnya.
Ku utarakan niatku untuk kembali bersepedaan kepada anak
mertuanya, Anis istri tercinta. Dengan tertawa geli ia menimpali ”Gak
salah, hari gini bersepeda. Yang kemarin aja dilepas (maksudnya sepeda
yang balap itu. Red).” lanjut si yayang. Aku tak menimpali balik.
Kutunjukkan keseriusanku dengan bertanya banyak sama Mas google, kutanya pula bengkel sepeda, toko sepeda Be Bike dekat kantorku, kukunjungi outlet polygon di mall. Sampai akhirnya ada majalah dan buku yang dijual di salah satu mall. Cycling dan buku tentang Bike Two Work (B2W). Sekilas aku baca. Yes..! teriakku dalam hati. Makin bulat nih tekad bersepedaan lagi.
Akupun mencoba mengecek rekening kocek dulu. Hhmmm.. lumayanlah. Ku kunjungi lagi Be Bike
dekat kantorku. Wow..! harganya melampaui budgetku. Kukunjungi konter
polygon dengan maksud hati naksir Xstradanya, yang kupikir cukup
terjangkau dari bandroll yang tertera di brosurnya. Tapi kali ini gagal karena sudah terlalu sore. Aku rada
malas kalau harus membawa sepeda itu kemalaman. Tiga hari berikutnya ku
bertandang ke Roda Link Margonda. Dengan maksud hati yang sama.
Menggaet Xstrada. Tapi kali ini gagal lagi. Karena setelah
tanya-tanya dengan pelayannya. Aku memutuskan mengambil yang Quatro.
Over budget memang, tapi dari pada ambil Xstrada namun dengan spec
sangat minimalis, lebih baik ambil Quatro yang juga (sebenarnya)
minimalis. Hehehehe. Tapi tetap ada Perbedaan, terutama di drailleur,
pedal, fork, tapak ban dan tentunya frame. Meskipun masih dianggap
minimalis bagi para biker sejati, tapi bagiku itu udah cukup optimal
dibanding rencana semula.
Kugowes langsung menuju rumah yang hanya berjarak 15 menitan. Kuletakkan
di ruang tamu. ”Ehmm..ehm…” gumam si yayang mencandaiku. ”Bakal ada
saingan lagi nih di rumah. Siapa namanya ?” goda istriku. ”Quatro.”
jawabku singkat. ”Loh katanya mau ambil yang xtrada.” istriku rada
heran. ”Nggak ini aja.” jawabku singkat lagi. Tapi aku tak dapat
membendung kegembiraanku sudah punya sepeda dan ingin segera menjelas
kenapa pilihan jatuh pada sang Quatro ini. ”Bla..bla..bla..bla..”
jelasku. Istriku hanya manggut-manggut sambil tersenyum
simpul. ”Ya sudah sini sepedanya, sekarang aku pinjam ke pasar mau beli
cabe. Hehehe.” ledek istriku sambil nggeloyor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar